Selasa, 07 September 2021

MENERAPKAN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

 Modul 1.4..a.10.Aksi Nyata Budaya Positif




Budaya positif di sekolah tidak berdiri sendiri dalam menciptakan budaya ajar yang baik.Budaya positif bukan satu-satunya nilai yang perlu diterapkan dalam pendidikan di Indonesia.Filosofi Ki Hajar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak,visi guru Penggerak juga berkaitan dengan budaya positif agar penerapan di ekosistem belajar semakin maksimal.

Penerapan budaya positif dalam aktivitas belajar mengajar sehari-hari memuat di dalamnya penerapan filosofi Ki Hajar Dewantara serta nilai dan peran guru penggerak dalam mewujudkan visi guru Penggerak dengan menggunakan peta kekuatan positif di sekolah melalui Inkuiri Apresiatif dengan tahapan B-A-G-J-A.

Modul 1.1.Filosofi Ki Hajar Dewantara 1.2.Nilai dan peran guru penggerak dan 1.3.Visi guru penggerak sangat berkaitan dan mendukung budaya positif.Karena budaya positif yang diterapkan di sekolah adalah budaya positif yang berpihak kepada murid sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara.Dengan nilai dan peran guru penggerak, seorang guru penggerak menerapkan budaya positif untuk mewujudkan visi guru Penggerak yang juga berpihak kepada murid.


Peran guru penggerak dalam menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah dengan cara:

 Membantu guru lain dalam menerapkan budaya positif di sekolah/kelas (pemimpin pembelajaran)

Menggerakkan Komunitas Praktisi 

Menjadi Coach Bagi Guru Lain 

Mendorong Kolaborasi Antar Guru 

Mewujudkan Kepemimpinan Murid


Seorang guru penggerak bisa menumbuhkan budaya positif di kelas menjadi budaya positif sekolah dan menjadi visi seorang guru penggerak.Untuk menumbuhkan budaya positif di sekolah seorang guru penggerak mengawalinya dengan membuat kesepakatan kelas yang lama-kelamaan menjadi kebiasaan-kebiasaan positif di kelas maupun di luar kelas (dimulai dari diri). Kemudian seorang guru penggerak menularkan kebiasaan tersebut kepada guru lain dan berkolaborasi dengan seluruh warga sekolah sehingga lama-kelamaan menjadi Visi sekolah.


Rabu, 18 Agustus 2021

PEMBELAJARAN BERDIFFERENSIASI



RPP BERDIFERENSIASI DAN SOSIAL EMOSIONAL 

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DAN SOSIAL EMOSIONAL

Pembelajaran berdifferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

  1. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  2. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  3. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
  4. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  5. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid
  2. Minat murid
  3. Profil belajar murid
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

1.KESIAPAN BELAJAR

Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.  

Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda.  

Adaptasi dari “The Equalizer”

Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
Saat sebagian murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, atau jika ide itu bukan di salah satu bidang yang dikuasai oleh murid, mereka sering membutuhkan informasi pendukung yang lebih jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk memahami ide tersebut. Mereka akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide secara langsung. Jika murid berada dalam tingkatan ini, maka bahan-bahan materi yang mereka gunakan dan tugas-tugas yang mereka lakukan harus bersifat mendasar dan disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Di lain waktu, ketika murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka pahami atau berada di area yang menjadi kekuatan mereka, maka dibutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif. 
Konkret - Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
Sederhana - Kompleks 
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu; yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi.
Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain, murid siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
Lambat - Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari sebuah topik.
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).

2.MINAT MURID

Kita tahu bahwa seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Ada murid yang minat nya sangat besar dalam bidang seni, matematika, sains, drama, memasak, dsb. Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran.Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam merancang pembelajaran memiliki tujuan diantaranya: 


Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar;
Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran;
Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan;
Meningkatkan motivasi murid untuk belajar.
Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.

Ide Minat Belajar

Beberapa ide yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan minat diantaranya misalnya:

Meminta murid untuk memilih apakah mereka ingin mendemonstrasikan pemahaman dengan menulis lagu, melakukan pertunjukan atau menari.
Menggunakan teknik Jigsaw dan pembelajaran kooperatif.
Menggunakan strategi investigasi kelompok berdasarkan minat.
Membuat kegiatan “sehari di tempat kerja”. Murid diminta mempelajari bagaimana sebuah keterampilan tertentu diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Mereka boleh memilih profesi yang sesuai minat mereka.
Membuat model.

3. PROFIL BELAJAR MURID

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor, seperti: bahasa, budaya, kesehatan, keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu juga akan berhubungan dengan gaya belajar seseorang. Menurut Tomlinson (dalam Hockett, 2018) profil belajar murid ini merupakan pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dll. 

Tujuan dari pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. Penting juga untuk diingat bahwa kebanyakan orang lebih suka kombinasi profil. Menurut Tomlinson (2001), ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang. Berikut ini adalah beberapa yang harus diperhatikan:

Lingkungan: suhu, tingkat aktivitas, tingkat kebisingan, jumlah cahaya.
Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
Visual: belajar dengan melihat (diagram, power point, catatan, peta, grafik organisator).
Auditori: belajar dengan mendengar (kuliah, membaca dengan keras, mendengarkan musik).
Kinestetik: belajar sambil melakukan (bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).
Berdasarkan pemaparan mengenai ketiga aspek dalam mengkategorikan kebutuhan belajar murid, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar murid.

Sumber: Modul guru penggerak angkatan 2

Minggu, 27 Juni 2021

FILOSOFIS PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA

 


Suliyah,S.Pd

Calon Guru Penggerak

Angkatan 2

Kabupaten Simalungun

SMA NEGERI 1 BANDAR


Potret pendidikan Indonesia sejak zaman kolonial 


Kondisi Pendidikan pada zaman kolonial, perjalanan pemikiran Ki Hadjar Dewantara sejak pembentukan Perguruan Taman Siswa hingga pemikiran-pemikiran KHD tentang bagaimana menjadi manusia merdeka.


Pendidikan Indonesia pada zaman kolonial diadakan demi kepentingan bangsa Belanda dimana anak-anak pribumi dididik hanya untuk menjadi pembantu dalam usaha perdagangan bangsa Belanda.Hal inilah yang menjadi dasar bagi pribumi untuk dapat menikmati pendidikan yang merdeka bagi pribumi dengan kebebasan menikmati pendidikan. Pada akhirnya Ki Hajar Dewantara mewujudkan hal tersebut dengan mendirikan sekolah Taman Siswa pada tahun 1922. 2. Tujuan pendidikan dalam zaman kolonial adalah agar para pribumi yang dididik dapat menjadi pembantu dalam perdagangan bangsa Belanda.


Pendidikan saat ini


Pendidikan saat ini lulusannya diharapkan memliki kecakapan abd 21 berkarakter, bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. siswa diminta mampu berkembang beradaptasi dengan kondisi zaman.


Pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa setiap anak memiliki tiga hak mendasar, yaitu hak pembantuan diri sendiri berdiri ( zelfbeschikkingsrecht ), hak bersama dengan tertib dan damai ( orde en vrede ), serta hak bertumbuh menurut kodrat ( natuurlijke groei ).


Ketiga hak ini merupakan dasar alat pendidikan dan pemikiran Ki Hajar bagi anak-anak yang disebut 'Among Metode' (sistem-Among). Salah satu seginya ialah mewajibkan guru-guru sebagai pemimpin yang berdiri di belakang, tetapi mempengaruhi memberi kesempatan kepada anak didik untuk dijalankan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan 'Tut Wuri Handayani'.


Seorang pendidik yang baik, kata Ki Hadjar Dewantara, harus tahu bagaimana cara mengajar, memahami karakter peserta didik dan memahami tujuan menyelesaikan. Agar dapat mewujudkan hasil yang didikan dengan pengetahuan yang mumpuni secara intelektual maupun sosial serta semangat membangun bangsa.


Relevansi pemikiran KHD dengan konteks pendidikan Indonesia saat ini tidak memuat nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan sekarang hanya melahirkan Sikap individualisme, hedonisme dan titik jiwa merdeka konteks pendidikan di sekolah saya secara khusus, masih banyak saya menjumpai guru yang mengajar mengutamakan cipta bukan rasa, masih terdapat peserta didik yang merasa tertekan saat proses pembelajaran atau hanya menjalankan tugas-tugas.


Dalam menjalankan aktivitas sebagai guru, saya berusaha mengajar / mendidik dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar senyaman mungkin, memberikan kesepakatan bersama dalam kelas dan memberikan opsi dalam tugas-tugas, karena kemampuan peserta didik tidak sama.



Asas Pendidikan Ki Hadjar Dewantara


Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009),  “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.


Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.


Dasar-Dasar Pendidikan


Menuntun


Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat  menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan  tumbuhnya kekuatan kodrat anak”


Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani.  Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.


Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.


KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.


Kodrat Alam dan Kodrat Zaman


KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”


KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut


“Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)


KHD hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.


Budi Pekerti

.

Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan harmonis antara cipta dan karsa demikian pula Bahagia.


Lebih lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya.


Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.


5 konsep dasar pemikiran Ki hadjar Dewantara


1).Menuntun

Menurut KHD, Pendidikan  memberi tuntunan (menuntun) terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 


Karena itu pendidik i hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”. Dalam menuntun pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran Guru atau pendidik seperti seorang petani yang hanya dapat menuntun tumbuhnya Padi,  ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman, menyiramnya setiap hari, memberi pupuk, membasmi hama ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi tersebut. Petani tidak dapat memaksa agar padinya tumbuh menjadi jagung  ataupun tanaman  lainya. Begitulah dengan Guru / pendidik. Pendidik hanya bisa menuntun dan merawat tumbuh kembangnya anak sesuai dengan kodratnya


2).Bermain


Kodrat anak adalah bermain.Dalam bermain anak juga belajar.Contoh dalam permainan gobak sodor atau galasin,anak juga belajar kecakapan hidup, strategi dan juga matematika.


3).Ilustrasi petani.


Seorang petani menanam bermacam tanaman yang berbeda,tentu dengan cara yang berbeda


4).Berbudi pekerti/ berkarakter


Menurut KHD, budi pekerti adalah perpaduan harmonis antara pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga/semangat. Hal ini menjadi salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendidikan. Budi pekerti juga merupakan modal dasar kebahagiaan yang berperikemanusiaan. Budi pekerti merupakan kunci untuk mencapai keselarasan dan keseimbangan hidup. karena itu kita sebagai pendidik harus memberikan teladan yang baik dengan harapan siswa dapat meneladaninya demi membentuk karakter siswa misalnya bersikap sopan dan ramah terhadap sesama baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.



seiring perkembangan zaman dan tidak terlepas dari fungsi kontrol kita sebagai guru dan orang tua yaitu memberikan motivasi dan memberikan pengertian kepada anak atau siswa agar tetap memegang teguh nilai-nilai atau norma-norma kemanusiaan yang ada sehingga tujun mendeka belajar dapat terwujud sesuai dengan semboyan Bapak Ki Hajar Dewantara yaitu di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, dan di belakang memberi dorongan.


5).Berhamba pada anak


Dari pengalaman Ki Hajar Dewantara dengan anaknya yang bernama Asti,kita harus memuliakan anak, memberikan kebahagiaan dan penghargaan setinggi-tingginya,sehingga anak bisa selamat dan bahagia


LPTQ CABDIS WILAYAH VI "SABET" 12 PIALA MTQ TINGKAT PELAJAR SMA/SMK PROVINSI SUMATERA UTARA

LPTQ Cabdis wilayah VI menyabet 12 piala dari 5 cabang lomba musabaqoh Tilawatil Qur'an tingkat pelajar SMA/SMK provinsi Sumatera Utara ...